1.9.11

Perdagangan yang lebih adil pada sektor Industri tekstil dan produk tekstil

Suku bunga kredit perbankan sampai Juni 2011 turun, terutama untuk kredit modal kerja dan kredit investasi, demikian informasi dari Bank Indonesia. Kredit modal kerja turun 62 basis poin dan kredit investasi turun 11 basis poin, tetapi kredit konsumsi justru naik 84 basis poin. Penurunan suku bunga itu juga membuat selisih antara suku bunga kredit dan suku bunga tabungan menurun dengan agregat 5,8 persen.

Ekspor tekstil pada tahun 2010 sekitar 11 miliar US dolar dan perkiraan volume pada tahun 2011ditargertkan pada 15 Milyar dolar AS (sebagai gambaran; pada semester pertama 2011, ekspor tekstil dan pakaian mencapai devisa sebesar US$ 2,5 miliar). Indonesia menempati posisi keempat sebagai pemasok Tekstil dan Produk Tekstil dunia dengan Amerika Serikat sebagai pasar utamanya. Dengan komposisi ekspor tekstil Indonesia didominasi oleh garmen sekitar 60 persen dan sisanya benang serta kain.

Sektor Industri tekstil dan produk tekstil “TTP”, menjadi sektor penentu di beberapa Negara asia sperti Negara Pakistan, Vietnam, Thailand, Sri Lanka, dan Indonesia. Pada tahun 2010 pertumbuhan ekspor TTP Negara Vietnam mencapai sebesar US$ 11,2 miliar. Di Indonesia, kinerja TTP juga memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Industri TTP mempunyai kontribusi 2,18 persen terhadap Produk Domestik Bruto dan 8,01 persen terhadap industri pengolahan pada tahun 2010. Bahkan komoditas ekspor non migas yang memberikan kontribusi terbesar selama lebih dari 20 tahun terakhir adalah TTP.

Sektor ini, penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada tahun 2009, industri TTP berkontribusi sebesar 12,72 persen dalam perolehan devisa terhadap ekspor hasil industri tidak termasuk minyak dan gas (migas) dan sebesar 9,58 persen terhadap total ekspor non migas, meskipun 85 persen bahan baku berupa kapas masih diimpor. Selain mempunyai kontribusi yang besar di dalam PDB dan devisa, industri ini juga menyerap banyak tenaga kerja, baik yang bekerja secara langsung ataupun tidak langsung.

Sejak dicabutnya sistem kuota dan harus mengikuti penyesuaian dengan ketentuan General Agreement on Tariffs and Trade, hingga tahun 2009 secara umum sektor industri tekstil dan produk tekstil sebagai berikut:

  1. Kinerja cenderung menurun, terlihat dari turunnya penjualan serat, pada pasar domestik terutama penjualan serat sintetik dan kapas. Sektor produksi “serat rayon” dan sektor “pakaian jadi”, dengan orientasi ekspor, cenderung mengalami peningkatan.
  2. Sektor “pemintalan” dan “pertenunan” mengalami tekanan lebih besar sebagai akibat kecenderungan penurunan ekspor dan permintaan pasar domestik yang menurun.
  3. Buruknya kinerja industri TTP, akibat daya saing industri ini rendah. Hal ini sebagai akibat dari beban biaya energi, tenaga kerja, suku bunga dan transportasi yang cukup tinggi dan tidak bersaing dengan negara produsen lainnya.
Indonesia mempunyai potensi dan peluang yang cukup baik dengan perubahan sistem kuota tersebut diantaranya:
  1. Produksi industri TTP Indonesia yang meningkat dapat mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja. Oleh sebab itu diperlukan insentif ekonomi, antara lain melalui penurunan suku bunga bank untuk investasi.
  2. Ekspor TTP Indonesia yang meningkat akan dapat meningkatkan penerimaan devisa negara. Peningkatan ekspor TTP dapat dipacu melalui penyesuaian nilai tukar Rupiah Rp 8500/US$. Nilai tukar Rp/US$ yang relatif stabil akan membantu produsen TTP dalam menghitung biaya bahan baku dan keuntungan.
  3. Memastikan bahan baku aman atau terjamin, misalnya pengembangan tanaman kapas “Volume impor kapas setiap tahunnya berkisar dapat mencapai 750,000 ton”, atau teknologi pembuatan serat sintetik di dalam negeri.
Catatan: Tulisan ini hannya dipergunakan secara pribadi (in english: www.marketvaluer[.]com, kjpppangaloan@gmail.com

No comments:

Post a Comment

admin@asprekan.com